Tau gak buah dan sayuran yang kita kenal sekarang sangat jauh berbeda penampilannya dibandingkan dulu jaman nenek moyang kita. Rekayasa genetik pada buah dan sayuran bukan hanya merubah bentuk fisik saja, tapi juga soal kelezatan rasa dan kandungan nutrisinya.
Semua itu bukan terjadi secara kebetulan tapi hasil kreatifitas para orang-orang pintar, bukan dukun ya gaes. Oke langsung saja kita garuk, buah dan sayuran hasil rekayasa genetik selama ribuan tahun.
Perbedaan Buah Semangka setelah 420 tahun rekayasa genetik
Zaman renaissance abad 17 dikenal sebagai gerakan budaya di Eropa. Sebuah lukisan terkenal karya Giovanni Stanchi pun tercipta di masa ini bertema aneka buah-buahan. Sekilas memandang tak ada keanehan pada lukisan tersebut, namun jika kita cermat mengamati ada perbedaan bentuk fisik semangka jaman dulu dengan yang kita kenal sekarang.
Bentuk semangka jaman dulu berwarna merah pucat, berdaging sangat sedikit, berbiji banyak dan tiap-tiap bagian memiliki rongga spiral. Beda dengan semangka masa kini yang dagingnya lebih banyak, berair, berwarna merah cerah dan bijinya jauh lebih sedikit.
Nih perbandingannya, beda banget ya gaess 😀
Rekayasa genetika buah persik sejak 4000 tahun Sebelum Masehi
4 ribu tahun Sebelum Masehi, buah persik dibudidayakan oleh orang-orang Cina. Ukurannya sangat kecil mirip buah Cherry dan ada rasa tanah serta sedikit asin seperti kacang lentil.
Setelah proses rekayasa genetika, kini ukuran persik 64 kali lebih besar dengan rasa lebih manis, berair dan segar ketika dimakan.
Perbedaan Bentuk Wortel abad 10 dan sekarang
Pertama kali wortel dibudidayakan pada abad ke 10 di Persia dan Asia Minor. Dulu warna wortel berwarna putih keungu-unguan, dengan akar tipis bercabang.
Setelah rekayasa genetik tanaman wortel berkali-kali selama ribuan tahun, hilang pigmen ungunya dan berubah warna menjadi oranye.
Begini bentuk buah pisang jadul ribuan tahun lalu
Bermula di Papua Nugini, Pisang dibudayakan sejak 10 ribu tahun lalu. Kulitnya masih kasar dan berbiji besar-besar. Berbeda dengan pisang masa kini, tanpa biji, kulitnya mudah dikupas, dagingnya banyak dan lebih bernutrisi.
Mongee Banana, pisang yang bisa dimakan langsung sama kulit-kulitnya
Eits jangan dibuang itu kulitnya bisa dimakan loh! Tapi cuma pisang Mongee Banana doang yang bisa seperti ini. Mongee Banana adalah contoh rekayasa genetik di zaman modern yang kita hidup sekarang.
Tekstur daging yang lembut berserat pada pisang Mongee bakal bikin kita ketagihan ditambah lagi kulitnya yang renyah bisa kita makan. Rekayasa genetik buah pisang yang bisa dimakan langsung bersama kulitnya ini adalah hasil ciptaan para petani di Okayama Jepang.
Dibuat dengan teknologi Freeze Thaw Awakening yakni membangun dari proses hibernasi, bibit pohon pisang dibekukan di suhu -60 derajat celsius. Bibit pisang ini kemudian akan tumbuh menjadi anakan dan berkembang menyesuaikan diri meski berada di suhu yang sangat dingin.
Sampai menjadi pisang dewasa matang tidak menggunakan pestisida sama sekali yang terjamin kebersihannya. Teknik ini membuat pisang cepat dipanen tidak perlu menunggu tahunan, pisang akan berbuah dalam waktu 4 bulan saja
Tapi sayangnya pisang ini belum dapat dinikmati semua kalangan. Ya yang kita tahu pisang harganya tidak mahal bahkan yang premium sekalipun. Beda dengan Mongee Banana dijual dengan harga mahal yaitu 97 ribu per satu biji.
Untuk mendapatkannya pun sulit, hanya ada di negara Jepang saja dan pembeliannya lewat online itupun harus sabar menunggu waiting list pemesanan dari pembeli di seluruh dunia.
Rekayasa genetik merubah ukuran jagung yang 1000 kali lebih besar dibandingkan 9000 tahun lalu
9 ribu tahun lalu ukuran jagung sangatlah kecil, lebih mirip menyerupai tanaman padi. Tak banyak yang dapat kita harapkan dari sehelai jagung ini, enak enggak bikin kenyang juga enggak.
Sampai jagung akhirnya mengalami perkembangbiakan selektif di Amerika Utara dengan tanaman rumput teosinte yang tak bisa dimakan.
Melalui proses rekayasa genetik panjang, ukuran jagung pun jauh lebih jumbo dibandingkan jagung 9 ribu tahun lalu. Rasa jagung lebih manis mengandung gula 6,6 persen dibanding jagung awal-awal aslinya yang hanya memiliki kandungan 1,9 persen gula.
Untuk kulitnya sendiri pun lebih mudah dikupas, proses pembudidayaan semakin meluas ke berbagai negara sekitar abad ke 15 ketika para penjajah Eropa mengenalkan tanaman Jagung berukuran jumbo yang kita kenal sekarang.